Rabu, 27 Oktober 2010

Struktur Keilmuan Islam:


Struktur Keilmuan Islam:
(disusun sebagai dasar bagi pengembangan kelembagaan STAIN Bukittinggi)*
           
            Ketika dipercaya sebagai ketua STAIN Bukittinggi periode 2006-2010 saya bercita-cita mengembangan lembaga ini menjadi lebih besar dan lebih representatif bagi pengembangan keilmuan Islam. Saya meyakini bahwa al-Quran dan Assunnah sebagai sumber ajaran Islam memiliki jangkauan yang sangat luas, meliputi ilmu-ilmu kewahyuan (ilmu-ilmu agama yang umum dikenal) dan ilmu-ilmu kealaman (sains dan teknologi).
            Untuk merealisasikan aspek-aspek pengembangan dimaksud diperlukan bangun struktur keilmuan yang jelas. Sebagai sekolah tinggi yang bernaung di bawah departemen Agama, paradigma keilmuan yang dikembangkan di STAIN Bukittinggi didasarkan kepada universalitas ajaran Islam yang digambarkan dalam sebuah bola lampu yang memancarkan cahaya ilmu ke seluruh bidang kehidupan.  Paradigma keilmuan universal ini didasarkan kepada hadits Nabi “Al-Ilmu Nur” (Ilmu adalah Cahaya).
            Panduan ilmu sebagai cahaya dideskripsikan dari Kalam Ilahi dalam surat An-Nur berikut ini.
            “Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang tak tembus, yang di dalamnya ada sebuah pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon Zaytun yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaytun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak di sebelah barat, yang minyaknya saja hamper-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa saja yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengatahui segala sesuatu” QS. An-Nûr [24]: 25.
               Pola “Cahaya” sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali adalah ungkapan bagi sesuatu yang terlihat dengan sendirinya, dan menjadikan benda-benda lain terlihat, misalnya cahaya matahari. Dalam hadits Nabi “ilmu adalah cahaya” yang memberi tafsiran sebagai alat yang dapat menerangi dirinya sendiri dan juga dapat menampakkan benda-benda lainnya. Itulah ilmu yang diwariskan Tuhan, suatu ilmu bersumber dari Tuhan yang memancarkan ilmu-ilmu lainnya yang tanpa batas.
               Lubang yang tembus (misykât) dalam illustrasi “bola lampu” adalah wadah yang mensuplai aliran listrik menuju bola lampu yang berisi dua muatan positif dan negatif.  Wadah yang menampung dan mengalirkan aliran listrik ini kemudian dipancangkan dalam dua elemen fundamental yang kemudian memancarkan cahaya ke luar. Kiasan ini dalam ranah keilmuan mencerminkan dua elemen fundamental ilmu, yakni ilmu Qur`aniyyah (berdasarkan teks kewahyuan) dan ilmu kawniyyah (berdasarkan fakta-fakta empirik kealaman). Keduanya berasal dari sumber yang Satu, yakni ilmu Allah yang tanpa batas, menyeluruh dan tanpa sekat apapun (un limited knowledge).
        Inilah yang kemudian disebut sebagai al-Misbah atau bola lampu yang sanggup menyinari atau memberi cahaya bagi kebahagiaan hidup di atas dunia menuju kehidupan akhirat.   
*Disusun bersama dengan Dr.H.Nunu Burhanuddin, Lc, M.A., Novi Hendri, M.Ag., dkk

Syekh Ibrahim Musa Parabek

Syekh Ibrahim Musa Parabek: Ulama Pembaharu yang Moderat

Oleh: Ismail Novel

Syech Ibrahim Musa Parabek atau yang biasa disebut dengan Inyiak Parabek, merupakan salah seorang ulama pembaru yang cukup berpengaruh di Minangkabau. Beliau menurut versi  Dt. Marajo, sebagaimana  dikutip oleh M. Ilham, adalah salah seorang ulama kaum muda yang disebut sebagai “Harimau nan Salapan”. Selain beliau terdapat nama-nama DR.Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA), DR.H. Abdullah Ahmad, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Syekh Muhammad Thaib Umar, Syekh Daud Rasyidi, Syekh Abbas Abdullah Padang Japang, dan Syekh Mustafa Abdullah Padang Japang.
Ibrahim Musa dilahirkan di Parabek pada hari Ahad 12 Syawal 1301 H., yang bertepatan dengan tahun Miladiah 1882 M. Di masa kecil diberi nama oleh orang tuanya dengan Luthan. Beliau merupakan keturunan hartawan dan dikenal sebagai keluarga yang taat menjalankan syari'at agama Islam. Ayahnya, Musa bin Abdul Malik Al­-Qarthawi seorang ulama yang cukup dikenal dan sangat dihormati masyarakat di Parabek. Ayahnya berasal dari suku Jambak sedangkan ibunya, Ureh, berasal dari suku Pisang. Ibrahim Musa memiliki satu orang adik perempuan bernama Kamariah dan seorang kakak bernama Abdul Malik. Ibrahim Musa Parabek atau "Luthan Kecil" mempunyai karakter yang lemah lembut, konsisten dan tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun, penuh pertimbangan dan tidak mau memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa.

PENDIDIKAN ISLAM PROGRESIF:

PENDIDIKAN ISLAM PROGRESIF:
Pengalaman Pesantren dan Madrasah 
oleh: Azyumardi Azra


            Wacana dan terminologi tentang  ‘pendidikan Islam progresif’, khususnya dalam konteks pesantren dan madrasah, merupakan sesuatu yang relatif baru, meski secara substantif bukanlah baru sama sekali. Secara sederhana, istilah itu mengacu kepada kondisi dan sifat pendidikan Islam yang selalu menuju dan berorientasi kepada progress, kemajuan, sehingga memiliki karakter sebagai pendidikan Islam progresif sesuai dengan tantangan zaman. Dan ini sesuai dengan prinsip Islam bahwa hari esok lebih baik bagi kamu daripada hari awal; atau hari ini harus lebih baik daripada hari kemaren, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini.
            Meski demikian, pendidikan Islam progresif tetap bertumpu pada prinsip dan warisan yang menjadi karakter dasarnya. Dengan kata lain, baik pada tingkat pandangan epistimologis dunia filosofisnya sampai ke tingkat aksiologisnya—kurikulum dan praktek kependidikannya, mestilah tetap bertumpu pada kerangka tawhidic Islam, menyeluruh dan komprehensif.
              

Selasa, 26 Oktober 2010

WANITA DAN TANAH DI MINANGKABAU


A.Pendahuluan
Minangkabau adalah satu dari banyak daerah lingkungan hukum adat yang ada di Indonesia.[1] Salah satu kekhasan hukum adat Minangkabau adalah sistem kekerabatan yang dianutnya, yakni matriarkhat atau menganut garis keturunan berdasarkan ibu.[2] Dalam sistem kekerabatan matriarkhat ini perempuan menjadi figur sentral dalam kaum. Ia memiliki hak untuk memanfaatkan atau memakai tanah yang dimiliki oleh kaum,[3] sementara laki-laki dalam kaum (mamak) hanya memiliki hak untuk memelihara, mengembangkan, dan menentukan peruntukan bagi kemenakannya yang perempuan.
Dalam pada itu, Masyarakat Minangkabau yang matriarkhat ini sangat bergantung kepada tanah. Bagi mereka tanah tidak hanya sekedar sebagai tempat tinggal dan sumber pencarian, melainkan juga sebagai alat untuk mengenal asal usul serta status mereka di tengah-tengah masyarakat.[4]
System kekerabatan matriarkhat yang menempatkan perempuan pada posisi sentral dengan kehidupan yang bertumpu kepada tanah, cukup menarik untuk didiskusikan. Tulisan ini mencoba memfokuskan perhatian kepada perempuan di Minangkabau, haknya atas tanah, serta system pewarisan yang berlaku atas tanah yang ada di Minangkabau.
B. Perempuan di Minangkabau
          Perempuan sering disebut dengan panggilan 'wanita'. Panggilan ini lazim dipakai di negeri kita. Seperti darma wanita, karya wanita, wanita karir, korp wanita, wanita Islam dsb. Kata-kata "wanita" (bhs.Sans), berarti lawan dari jenis laki-laki, juga diartikan perempuan (lihat :KUBI).  Ada lagi yang memanggil wanita dengan sebutan 'perempuan.' (bhs.kawi,KUBI). Kata "empu" berasal dari Jawa kuno, berarti pemimpin (raja), orang pilihan,ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan yang lain.[5] Dalam kebudayaan Minangkabau sejak lama yang kemudian berkembang menjadi "adat bersendi syara', syara' bersendi kitabullah" menempatkan wanita sebagai 'orang rumah' dan 'pemimpin' masyarakatnya dengan sebutan "bundo kandung", menyiratkan kokohnya kedudukan perempuan Minangkabau pada posisi sentral.[6]

Senin, 25 Oktober 2010

Membangun Tradisi Mengejar Prestasi

STAIN Bukittinggi memiliki akar sejarah yang cukup kuat pada blantika pendidikan Nasional. Perguruan tinggi ini sebenarnya lebih dahulu berdiri dari pada IAIN Imam Bonjol Padang yang kemudian menjadi induknya, sebelum berubah menjadi Sekolah Tinggi sepuluh tahun yang lalu. Kekuatan perguruan tinggi ini ditopang oleh sejarah sosial intelektual masyarakat Bukittinggi dan Kabupaten Agam pada khususnya dan Minangkabau pada umumnya. Cukup banyak tokoh intelektual yang lahir dari daerah ini, seperti Dr. Muhammad Hatta, Prof. Dr. HAMKA, Adam Malik, dan Prof. Dr. Harun Nasution. 

Bangsa Indonesia, Berhentilah Mengeluh

Seruan Kenechi Ohmae pada hari kedua Indonesia Regional Investment Forum (IRIF) 2008 di Jakarta yang dimuat Padang Ekspres 28 Mei 2008 agar bangsa Indonesia berhenti mengeluh patut diperhatikan dan disahuti. Ohmae benar, kita memang sudah begitu lama diselimuti oleh sikap dan cara berpikir pecundang (meminjam istilah Azyumardi Azra). Pola pikir kita, bangsa Indonesia, tak obahnya seperti pola pikir orang terkepung. Kita selalu merasa sebagai orang kalah, terjajah, miskin, bodoh, dan terbelakang. Kita tidak mampu menegakkan kepala kita jika berhadapan dengan bangsa-bangsa lain.
 
Apa yang kita miliki seolah tidak berarti dan serba buruk atau kurang. Sebaliknya, yang dimiliki oleh negara-negara lain, termasuk negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia, Singapura, dan Hongkong semuanya baik dan bagus. Lantas, kita beramai-ramai datang ke sana untuk berbelanja, berobat, sekolah, dan lain-lain. Syukur-syukur kalau pergi ke sana dengan alasan-alasan yang ideal. Celakanya, terdapat sejumlah anak bangsa yang pergi ke luar negeri hanya untuk belanja sesuatu yang kadang-kadang ada, bahkan buatan bangsanya sendiri, Indonesia.


MELACAK AKAR FUNDAMENTALISME ISLAM


MELACAK AKAR FUNDAMENTALISME ISLAM
(Tanggapan atas tulisan  Shofwan Karim dengan judul
Fundamentalisme Barat Bukan Islam)
Oleh:  Ismail Novel
Tulisan Shofwan Karim yang dimuat pada teras utama Padang Ekspres tanggal 15 Juli 2008 dengan judul Fundamentalisme Barat Bukan Islam, menarik untuk dicermati. Pada prinsipnya penulis setuju dengan Shofwan Karim  bahwa penamaan fundamentalisme terhadap kelompok tertentu dalam Islam dari kacamata Barat sebenarnya tidak tepat. Namun, suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa term Fundamentalisme Islam tersebut telah terlanjur populer di dunia, baik Barat maupun Timur. Di samping itu, kita sebetulnya tidak dapat menutup mata bahwa “fundamentalisme” telah menjadi sebuah konsep yang mesti difahami secara baik.  Tulisan ini mencoba memaparkan akar fundamentalisme Islam yang sudah terlanjur populer tersebut.