Senin, 25 Oktober 2010

Membangun Tradisi Mengejar Prestasi

STAIN Bukittinggi memiliki akar sejarah yang cukup kuat pada blantika pendidikan Nasional. Perguruan tinggi ini sebenarnya lebih dahulu berdiri dari pada IAIN Imam Bonjol Padang yang kemudian menjadi induknya, sebelum berubah menjadi Sekolah Tinggi sepuluh tahun yang lalu. Kekuatan perguruan tinggi ini ditopang oleh sejarah sosial intelektual masyarakat Bukittinggi dan Kabupaten Agam pada khususnya dan Minangkabau pada umumnya. Cukup banyak tokoh intelektual yang lahir dari daerah ini, seperti Dr. Muhammad Hatta, Prof. Dr. HAMKA, Adam Malik, dan Prof. Dr. Harun Nasution. 

Selain tokoh-tokoh tersebut, sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang lahir dari rahim kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam ini. Tapi, sekedar untuk membuktikan bahwa daerah ini memiliki sejarah sosial intelektual yang kuat, nama-nama tersebut cukup memadai untuk dijadikan jaminan. Sejalan dengan itu, kultur masyarakat Bukittinggi dan kabupaten Agam pada khususnya dan Minangkabau pada umumnya yang sangat terbuka bagi perubahan dan pembaharuan menjadi kekuatan tersendiri pula bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di kawasan ini. Begitu pula, dengan semangat keagamaan masyarakatnya yang tergolong tinggi. Hal itu, tidak hanya karena adagium adat, Adat Basandi Syara’, Syarak Basandi kitab Allah , Syara’ mangato adat mamakai saja, melainkan memang iklim keagamaan terlihat sangat baik di daerah ini. 
 
Dalam pada itu, letak daerah yang sangat strategis yang berada di jalur lintas Sumatera, membuat daerah ini mudah dijangkau dari berbagai penjuru Sumatera. Apa lagi daerah ini adalah daerah wisata yang banyak dikunjungi oleh turis, baik local maupun manca negara. Dampak positif dari Bukittinggi sebagai kota wisata dengan keindahan alamnya membuat Bukittinggi dengan segala aspek sosial dan kulturalnya mudah dikenal. 
 
Dari banyak faktor yang dikemukakan di atas, agaknya yang paling menentukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi di daerah ini adalah tradisi keilmuan dan keagamaan masyarakat kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam yang sangat kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya sekolah dan madrasah yang tumbuh dan berkembang di kota dan kabupaten ini. Bahkan  sebagain besarnya adalah sekolah-sekolah dan madrasah madrasah yang sudah mensejarah. 

Sebutlah umpamanya Madrasah Sumatera Thawalib Parabek dan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang untuk jenis Madrasah, SMA 1 dan SMA 2 untuk jenis Sekolah Lanjutan Atas, serta STM Muhammadiyah dan STM Negeri untuk sekolah kejuruan. Madrasah dan sekolah tersebut sudah cukup banyak melahirkan tokoh, bahkan pahlawan-pahlawan terpelajar (untuk menyebut bahwa mereka adalah orang-orang yang berpendidikan) yang cukup berjasa membangun Republik ini. Tradisi keilmuan dan keagamaan tersebut tampaknya tetap bertahan sampai saat ini. 

Bahkan terdapat kecenderungan menguat. Hal itu ditandai dengan munculnya keinginan masyarakat untuk mempertahankan tradisi keilmuan dan keagamaan tersebut secara sinergis. Artinya, masyarakat kota dan kabupaten ini ingin generasi penerus mereka tidak buta teknologi (melek teknologi) sekaligus taat menjalankan agamanya. Gagasan agar perguruan tinggi Agama Islam mampu melahirkan Ulama Intelektuan dan Intelektual Ulama yang pernah digulirkan oleh almarhum Munawir Sadzali (Menag zaman Orde Baru) tampaknya relevan untuk dikembangkan. 

STAIN Bukittinggi dengan paradigma lama yang hanya mempelajari ilmu-ilmu yang terbatas yakni syari’ah dan tarbiyah tentu tidak dapat mempertahankan, kalau tidak disebut mengembangkan, tradisi keilmuan dan keagamaan masyarakatnya. Oleh sebab itu, adalah sangat beralasan bila STAIN Bukittinggi membuka program studi-program studi baru, baik sosial maupun eksakta. Pembukaan program studi baru tersebut tentu saja dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kebutuhan masyarakat akan program studi dimaksud. 

Agar terwujud sinergisitas antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama, program-program studi yang dibuka mestilah diberi landasan agama yang kuat. Hal ini bisa dilakukan dengan system penidikan 24 jam yakni dengan membuka program ma’hat (semacam pesantren tinggi). Dengan program ini, pada pagi hari sampai jam 14.00 wib mahasiswa belajar di kampus dan setelah itu, dari pukul 14.00 wib sampai malam hari mereka belajar ilmu-ilmu keislaman di asrama. 
 
Lantas, apakah paradigma semacam ini tidak melawan arus. Jawabnya, adalah tidak. Justeru upaya untuk menjangkau ilmu-ilmu keislaman yang lain, selain syari’ah dan tarbiyah adalah tindakan mengikuti arus. Karena, derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolog, menghendaki agar perguruan tinggi agama Islam bisa pula mengambil peran dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Apalagi, ilmu keislaman itu sebenarnya bukan hanya terbatas kepada ilmu syariah, tarbiyah, usuluddin, adab, dan da’wah. Di samping semua itu, masih ada ilmu ekonomi, teknik,  kedokteran, pertanian, dan lain sebagainya. Dan al-Quran sesungguhnya memuat banyak hal yang bisa dikembangkan menjadi konsep dan teori berbagai ilmu pengetahuan. 

Karena, al-Quran tdak pernah membatasi dirnya dengan ilmu-ilmu tertentu yang serng dipersepsikan sebagai ilmu-ilmu keislaman. Bahkan nama-nama al-Quran sendiri banyak yang memakai nama-nama yang sering difahami sebagai non agama. Umpamanya al-Baqarah (lembu), al-hadid (besi), an-namal (lebah). Itu artinya, Islam tidak terbatas hanya pada tarbiyah, syari’ah, ushuluddin, da’wah dan term-term keagamaan lain. Islam merupakan ajaran yang konfrehensif dan universal. 

Islam merupakan agama yang meliputi segala aspek kehidupan dan dapat diterapkan pada setiap zaman. Dengan alasan-alasan seperti yang dikemukakan di atas, STAIN Bukittinggi perlu membangun tradisi keilmuan baru dengan mensinergikan tradisi keilmuan dan tradisi keagamaan dalam kampus. Dengan kata lan, apa pun program studi yang dibuka atau dilaksanakan diberi landasan agama yang kuat. Sehingga, bahasa Arab, Tafsir, Hads, dan Sejarah Islam, menjadi ilmu-ilmu yang berlaku bagi setiap jurusan dan program studi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar